Unsur Etnik Pada Arsitektur Rumah Bali

Posted: February 25, 2014 in Arsitektur, Keluarga, Others, Resensi
Tags: , ,

Saat penulis menuliskan artikel ini, penulis sudah melakukan beberapa perjalanan ke Bali. Tapi hingga saat ini, penulis merasa tidak pernah bosan untuk berencana mengunjunginya lagi. Dan penulis pun cukup yakin, tidak hanya penulis saja yang merasakan hal seperti itu, tapi juga ribuan bahkan jutaan turis (baik asing maupun domestik) yang pernah menginjakkan kakinya di pulau seluas 5780 km2 ini, ingin suatu saat dapat kembali berkunjung pulau dewata ini.

Lalu, apa yang menarik dari pulau dengan populasi 4,22 juta orang (2012) ini?

Mungkin banyak aspek yang membuat seseorang serta merta menyatakan dengan spontan “I’m really love Bali” saat pertama kali sampai ke daerah asal dari tarian Kecak dan Pendet ini. Namun karena penulis berbackground arsitek, maka ketertarikan penulis pada Bali seringkali difokuskan pada keragaman unsur etnik arsitekturnya. Tidak akan sulit bagi kita menemukan begitu beragamnya langgam etnik arsitektur khas bali di setiap pelosok daerah yang kita kunjungi di sana. Karena disetiap rumah yang ‘sederhana’ sekali pun, etnik arsitektur Bali sangatlah kental dan terjaga dengan baik.

Apa saja yang menarik? berikut ulasan singkatnya.

DSC_0040_1

Hampir di setiap rumah di Bali memiliki Pura Dalam, sebuah tempat peribadatan yang diperuntukkan khusus untuk pemilik rumah. Hampir serupa dengan Mushola pada agama islam, Pura Dalam berukuran kecil dan namun berada di tempat terbuka. Pura Dalam ini biasanya dikelilingi pagar batu candi dan memiliki gerbang yang disebut gapura. Penulis tidak akan membahas lebih dalam tentang pura, tapi lebih membahas tentang detail etnik yang ada di dalam pura (dan rumah), yang pada orang-orang tertentu disukai untuk diterapkan di rumahnya di daerah lain. Berikut ini beberapa bagian yang paling menonjol  :

1.  Pintu :

Pintu pada rumah-rumah di Bali biasanya terbuat dari kayu jati yang tentunya tak pernah lepas dari unsur ukiran yang rumit dan simetris, baik pada bagian kusen maupun pada daun pintu. Meskipun pada beberapa pintu yang memiliki lebar standar (+/- 90cm), daun pintu akan tetap dibuat dua bagian sehingga daun pintu menjadi dua bagian panel yang membentuk daun pintu ganda. Masih-masing daun pintu akan berukuran kecil. Biasanya daun pintu dan kusen pintu berukir ini finish touch up nya dengan menggunakan cat gloss melamic (finish mengkilat). Untuk bagian jendela juga diperlakukan finishing yang serupa.

 Pintu Ukiran Etnik Bali

2.  Dinding :

Dinding pada rumah-rumah di Bali biasanya terbuat dari campuran antara batu bata, batuan andesit dan batu putih palimanan. Namun karena batu andesit sekarang harganya cukup mahal, maka pada beberapa rumah di pedesaan menggunakan batu yang lebih murah atau bahkan campuran semen yang dicetak menyerupai batu dengan sedemikian rupa. Desain etniknya kembali akan terasa sangat kental dengan relief-relief simetris yang sangat presisi. Untuk memudahkan perawatan dan menghindari serangan lumut dan jamur, biasanya pasangan dinding akan difinish dengan ramuan khusus yang dibuat secara tradisional.

 DSC_0038_2

3.  Relief :

Relief atau ukiran dengan gambar berisi salah satu kisah dalam kisah pewayangan hindu (misalnya Ramayana, Mahabharata, dsb) juga banyak digunakan sebagai penghias dinding di beberapa rumah, terutama dinding luar dan di sekitar bale-bale. Relief ini seakan menggantikan lukisan yang juga biasanya sering digunakan. Batu relief ini bisa terbuat dari batu andesit, batu palimanan atau kembali dari cetakan semen yang dibuat menyerupai batu aslinya.

DSC_0035_2

 4.  Patung (Sclupture) :

Penempatan beberapa patung dengan sosok para tokoh sentral dalam kisah pewayangan juga menjadi unsur yang tak lepas dari etnis di bali. Di beberapa tempat, tokoh monyet sakti Hanoman dan Sugriwa serta Subali menjadi tokoh yang favorit untuk dipasang di dekat pintu masuk sebagai ‘penjaga’ pintu. Biasanya patung ini terbuat dari batu andesit pula, namun sekarang banyak juga patung yang sudah terbuat dari batu buatan yang dicetak secara massal.

 Patung

5.  Hardscape :

Untuk pedestrian, batu koral sikat menjadi pilihan utama dengan corak yang menarik dan beragam. Warnanya pun tidak monoton berwarna hitam seperti biasanya yang digunakan di pulau jawa, tapi dikombinasikan warna putih dan merah muda dengan pola tertentu (dan tentunya simetris). Perpaduan warna yang menarik dan corak yang menarik pula menyebabkan pedestrian terlihat menjadi lebih segar.

DSC_0025_2 DSC_0024_26.  Landscape :

Salah satu unsur yang sangat khas dari arsitektur etnis Bali adalah landscape atau taman. Meskipun berdasarkan pengamatan penulis tidak ada yang khas untuk diperhatikan dalam penataan tamannya, tapi pertumbuhan tanaman yang terkadang dibiarkan liar dan alamiah inilah yang menjadi keistimewaannya. Untuk pohon peneduh, biasanya digunakan pohon kamboja, yang kadang-kadang dalam satu pohon bisa terdiri atas 2 atau 3 warna bunganya. Bagaimana bisa? Ternyata sang empu rumah yang rajin bisa mencangkok pohon kamboja dengan bunga yang berbeda dalam satu pohon. Lalu bagaimana dengan pepohonan perdu (shrub) dan bunga-bunga an? Pilihan utama adalah tanaman Heliconia yang juga bisa berbunga macam-macam. Lalu ada tanaman pisang-pisangan, pohon palem batang merah, daun kuping gajah, pohon phoenix, dan banyak lagi. Untuk rumput biasanya menggunakan rumput gajah, rumput peking atau rumput babat.

DSC_0019_2 DSC_0017_2 DSC_0018_2

8.  Kolam Hias & Bale-bale :

Kolam hias tidak menjadi bagian favorit untuk rumah-rumah di Bali, apalagi di pedesaan. Mungkin karena biaya pemeliharaan yang akan lebih mahal dan harus dikerjakan dengan telaten yang membuat orang jarang membuatnya. Namun, suhu udara di Pulau Dewata yang cukup panas menyebabkan menjadi sebuah kewajiban bagi pemilik rumah untuk menyiapkan beberapa tempat tidur terbuka berupa bale-bale. Bale bale ini di beberapa tempat malahan penuh dengan ukiran kayu yang rumit dan indah, dan dicat menonjol dengan cat kuning keemasan.

 DSC_0034_1DSC_0026_2

 Lokasi : Desa Adat Ubud – Bali, Agustus 2013

Leave a comment